Kamis, 26 Maret 2009

MENENTUKAN PILIHAN

KRETERIA DALAM MENENTUKAN PILIHAN


Dengan adanya keputusan MK tentang penentuan caleg berdasarkan suara terbanyak mengakibatkan banyak caleg yang semula tenang tenang saja ikut menjadi khawatir, terutama para caleg kelas “jenggot” yang berakar diatas.
Bagi caleg yang memang mengakar di grass root tentu tidak ada masalah karena dari awal mereka memang sudah menyatu dengan konstituennya.
Dampak dari kondisi seperti ini timbul penomena banyaknya caleg yang sangat rajin turun kebawah sepertinya berserah diri kepada masyarakat dimana hal tsb. sebelumnya sama sekali tak pernah mereka lakukan bahkan kenalpun tidak.
Mereka berusaha mengambil hati masyarakat hanya demi pilcaleg mendatang, padahal mengambil hati masyarakat tidak bisa dilakukan secara instan (to win the heart of the people perlu bukti dalam kurun waktu tertentu, bukan secara singkat dan pragmatis).
Yang paling aneh adalah caleg yang dapilnya bukan ditempat dia bermasyarakat selama ini, bagaimana mungkin masyarakat tahu prilaku serta sifat sang caleg selama ini karena itu merupakan kreteria utama untuk menjatuhkan sebuah pilihan.
Usaha memasang baliho serta slogan slogan didaerah yang bukan lingkungan habitat sicaleg bisa jadi berdampak kontra produktif menimbulkan ketersinggungan masyarakat lingkungannya. Begitu juga dengan adanya caleg AMPIBI (anak, menantu, ponakan, ipar, besan, istri) justru menimbulkan kesan sifat hedonis sipepimpin partai, yang memberi kesan dimasyarakat mereka bukan berusaha membesarkan partainya tetapi justru membesarkan keluarganya dengan memperalat partai.
Menurut seorang pengamat politik dari LIPI semua sepak terjang pembangunan image itu bisa terjadi karena para caleg melakukannya hanya untuk dirinya sendiri. Ia menyebutnya sebagai gejala politik narsis, karena ternyata menurut riset yang ada sampai saat ini 80% pemilih tidak pernah tahu siapa calonnya.
Pada akhirnya, para politisi tersebut bak para pemuas diri.
Mereka bikin spanduk atau baliho sendiri, dilihat sendiri, difoto sendiri dan jangan-jangan yang memilih hanya dirinya sendiri. Sikap memuja diri sendiri, kagum terhadap dirinya, dan merasa besar sendiri inilah yang sering disebut dengan narsism. Atau dalam basa gaul disebut narsis. Padahal kebaikan itu muncul karena adanya karya nyata. Bukan akibat dari sekedar publikasi.
Kalau anda bingung menentukan pilihan karena diantara caleg didapil anda tidak anda kenal rekam jejaknya selama ini barangkali anda sependapat dengan saya untuk menjatuhkan pilihan pada caleg yang paling sedikit publikasi dari partai yang saya yakini dapat mengantarkan kesejahteraan masyarakat. Bisa jadi itulah caleg yang berhati ikhlas.



Denpasar, 24 Maret 2009

Tidak ada komentar: